Tuesday, June 27, 2006

tuhan Sembilan Senti


Oleh Taufiq Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak
tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di
kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota
DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok, di
perkebunan pemetik buah kopi merokok, di perahu
nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, di
pekuburan sebelum masuk kubur
orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat
ramah bagi perokok, tapi
tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak
merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada
guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang
kuliah dosen merokok, di
rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan
kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok, di bis kota sumpek
yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok, di loket penjualan karcis
orang merokok, di kereta api
penuh sesak orang festival merokok, di kapal
penyeberangan antar pulau penumpang
merokok, di andong Yogya kusirnya merokok, sampai
kabarnya kuda andong minta
diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para
dewa-dewa bagi perokok, tapi
tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak
merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung
merokok, di restoran di toko
buku orang merokok, di kafe di diskotik para
pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak
tertahankan abab rokok, bayangkan
isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar
tidur ketika melayani para
suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang
bergumul saling menularkan
HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan
penyakitnya. Duduk kita disebelah
orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di
kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat
penularannya ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin
paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap
tembakau itu, bisa
ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik
yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang
tunggu dokter pasien
merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok, di pinggir
lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola
PSSI sembunyi-sembunyi
merokok, panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis, turnamen
sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor
perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil 'ek-'ek orang
goblok merokok, di dalam
lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok
merokok, di ruang sidang
ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang
goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat
ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang
tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah
ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka
ulama ahli hisap. Haasaba,
yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi
ahli hisap rokok. Di
antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip
berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya, putih warnanya, ke
mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak
kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang
memegang dengan tangan
kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok
ashabul yamiin dan yang
sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh
itu. Mamnu'ut tadkhiin, ya
ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. Kyai, ini
ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al
hawwa'i. Kalau tak tahan, di
luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan. 15
penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging
khinzir diharamkan. 4000 zat
kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok
diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu
'alayhimul khabaaith. Mohon
ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman
Rasulullah dahulu, sudah ada
alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena
ustadz ketagihan rokok, lantas
hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar
perbandingan ini. Banyak yang
diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya
berapi itu, yaitu ujung
rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka
berfikir. Asap rokok di
ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai
terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak
tadi pagi sudah 120 orang di
Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit
rokok lebih dahsyat
ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat
ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban
narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil
itu sangat berkuasa di
negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam
kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan
cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak
perlu ruku' dan sujud
untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan
khusyuk dan fana dalam
nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap
tuhan-tuhan ini,

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala
ini.

No comments: